Sejarah Lahirnya Pers di Indonesia hingga Asal Usul Hari Peringatannya

Ilustrasi/Medcom.id Ilustrasi/Medcom.id

Apakareba: Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap 9 Februari. HPN biasanya diselenggarakan secara bergantian di ibu kota provinsi se-Indonesia setiap tahunnya.
 
Mengingat pandemi covid-19 yang belum reda, peringatan HPN yang awalnya akan dilaksanakan di Kendari, Sulawesi Tenggara, diputuskan untuk dipusatkan ke Jakarta secara daring.

Peran pers dalam kehidupan bernegara sangatlah penting. Pers berfungsi sebagai kontrol sosial, penyambung lidah informasi antara pemerintah dengan masyarakat, serta menyuarakan yang tidak mampu bersuara (voicing the voiceless). 

Di tengah pandemi covid-19, tentunya kehadiran pers sangat dibutuhkan. Atas dasar tersebut, tema besar yang diusung untuk peringatan HPN 2021 adalah ‘Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi, Pers sebagai Akselerator Perubahan’.

Sejarah pers di Indonesia

Dilansir dari situs resmi PWI, kelahiran pers tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Peranan dan eksistensi pers menjadi penting sebagai tombak perjuangan nasional.

Berlandaskan hal itu, tokoh-tokoh surat kabar dan para tokoh pers nasional memutuskan untuk berkumpul di Yogyakarta pada 8 Juni 1946. Dalam pertemuan ini, mereka mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). 

Sebenarnya SPS telah lahir jauh sebelum 6 Juni 1946. Tepatnya, bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada 9 Februari 1946. Itulah mengapa orang mengibaratkan kelahiran PWI dan SPS sebagai ‘kembar siam’.

Ketika itu, wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul di balai pertemuan ‘Sono Suko’ di Surakarta pada 9 sampai 10 Februari 1946. Pertemuan tersebut di antaranya menyetujui pembentukan organisasi wartawan Indonesia yang bernama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang diketuai Mr Sumanang Surjowinoto dan sekretarisnya Sudarjo Tjokrosisworo. Dalam kesempatan yang sama, dibentuklah sebuah komisi yang beranggotakan delapan orang. 

Singkat cerita, komisi bertemu lagi di Surakarta untuk menghadiri sidang Komite Nasional Indonesia Pusat pada 28 Februari hingga Maret 1946. Di sana, mereka melakukan sidang dan membahas masalah yang sedang dihadapi pers. Akhirnya, komite itu pun membentuk sebuah wadah untuk mengoordinasikan persatuan pengusaha surat kabar yang disebut Serikat Perusahaan Suratkabar.

Setelah 26 tahun, didasarkan dari pengalaman pers nasional yang kesulitan di bidang percetakan pada pertengahan 1960, lahirlah Serikat Grafika Pers (SGP). 

Pada Januari 1968, sebuah nota permohonan yang didukung SPS dan PWI dikirimkan kepada Presiden Soeharto. Nota tersebut dilayangkan agar pemerintah turut andil dalam memperbaiki keadaan pers nasional, khususnya dalam mengatasi pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers. 

Mengingat sejarah pers nasional sebagai pers perjuangan dan pembangunan, maka tak heran Presiden Soeharto akhirnya menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional pada 23 Januari 1985.

Asal usul Hari Pers Nasional

Pada 1978, HPN telah digodok sebagai salah satu butir keputusan Kongres ke-28 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kota Padang, Sumatera Barat. Kesepakatan itu mencuat setelah para insan pers menginginkan adanya satu hari bersejarah yang ditetapkan untuk memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional. 

Akhirnya Dewan Pers menyetujui kehendak itu pada sidangnya yang ke-21 di Bandung pada 19 Februari 1981. Kemudian, perihal itu disampaikan kepada pemerintah sekaligus menetapkan penyelenggaraan Hari Pers Nasional. Diharapkan melalui peringatan HPN, insan pers dan masyarakat bisa saling bahu-membahu dalam mewujudkan cita-cita Indonesia.


 



(SYI)

Berita Lainnya