Pusat IAI: Resep Obat Sirop Perlu Pertimbangan Risiko dan Manfaatnya

Ilustrasi - Obat sirop. (FOTO ANTARA/HO-Sutteratock). Ilustrasi - Obat sirop. (FOTO ANTARA/HO-Sutteratock).

Wakil Ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof Keri Lestari menyampaikan bahwa obat sirop masih memungkinkan untuk diresepkan kepada pasien tertentu. Dengan catatan, selama pertimbangan risiko dan manfaatnya dalam pantauan dokter.

“Tentu dengan mempertimbangkan antara risiko dan kemanfaatan obat. Setiap kita memilih obat, pasti mempertimbangkan tindakan itu, karena obat itu sifatnya racun sehingga diberikan dalam kondisi yang betul-betul memang bermanfaat,” kata Keri Lestari, dikutip dari Antara, Kamis, 20 Oktober 2022.

Ia menuturkan bahwa resep obat sirop yang diresepkan kepada pasien perlu dipastikan tak boleh melebihi dosisnya. Tujuannya, agar tak terjadi efek samping setelah dikonsumsi pasien.

Di tengah kehati-hatian pemerintah dengan memberhentikan sementara pemberian obat sirop lantaran proses investigasi kasus gagal ginjal akut, ternyata terdapat sebagian besar pasien anak yang belum patuh dan tak nyaman ketika mengonsumsi obat puyer ataupun jenis lainnya.

Menurut apoteker dari Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat tersebut, terdapat batas nilai toleransi obat sirop yang tak menimbulkan efek merugikan bagi pasien.

Ia melanjutkan, walaupun senyawa etilen glikol dan dietilen glikol yang diduga kuat penyebab gagal ginjal akut misterius tak digunakan dalam formulasi obat, namun dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirop dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol. Serta, 0,25 persen pada polietilen glikol.

“Namanya bayi, misalnya anak di bawah usia 5 tahun, apalagi sulit kita memaksakan untuk obat puyer, makanya ada alternatif obat sirop,” tuturnya.

Selama obat-obatan yang sudah biasa digunakan tak ada masalah dan di bawah pantauan serta kendali dokter, maka apoteker dengan mempertimbangkan keberhasilan terapi dan keselamatan pasien, kemungkinan untuk memberikan obat sirop dengan terus memantau kondisi pasien.

Menurutnya, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah merekomendasikan supaya pemakaian obat sirop dihindari selama belum muncul konklusi tunggal mengenai penyebab kasus gagal ginjal akut misterius.

“Sekarang IDAI sudah menarik lebih dini terkait dengan risiko ini. Artinya, tidak terjadi gagal ginjal, tapi kalau terjadi gangguan ginjal sesudah diterapi dan treatment, berkurang volume urinnya, kita langsung melakukan terapi, kita berikan obatnya, kita selamatkan yang bisa atasi kondisi yang tidak menguntungkan seperti itu,” jelasnya.

Kalangan apoteker sampai sekarang ini masih menantikan hasil telisik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Kemenkes tentang merek obat sirop apa saja yang terbukti secara klinis melampaui ambang batas.

“Kami sedang menunggu juga dan menghargai aspek kehati-hatian dari Kemenkes. Kita juga sedang menunggu hasil telisik dari BPOM merek apa saja sih yang di atas ambang batasnya,” kata Keri Lestari.



(SUR)

Berita Lainnya