Epidemiolog: Tes PCR Bagi Pelaku Perjalanan Tak Efektif Cegah Lonjakan Covid-19

MGN Summit Indonesia 2021: Publick Heath-Vaccine What to Expect varian baru virus covid-19. (Foto: Ilustrasi/Unsplash.com) MGN Summit Indonesia 2021: Publick Heath-Vaccine What to Expect varian baru virus covid-19. (Foto: Ilustrasi/Unsplash.com)

Apakareba: Tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan dipastikan tidak efektif mencegah lonjakan kasus covid-19. Covid-19 hanya bisa dicegah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, seperti memakai masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan menggunakan sabun (3M).
 
"Untuk perjalanan domestik, yang harus dilakukan itu pencegahan untuk terjadinya transmisi. Bagaimana caranya, ya 3M," kata Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, seperti dilansir dari Medcom.id, Rabu, 10 November 2021.
 
Masdalina mengatakan, penerapan tes PCR untuk pelaku perjalanan juga tidak efektif jika dilakukan untuk wilayah kabupaten/kota yang akses laboratoriumnya terbatas. Mengingat, beberapa wilayah kabupaten/kota di Indonesia baru bisa mendapatkan hasil tes PCR selama dua hari.

Sehingga, orang yang mendapatkan hasil tes selama dua hari itu memungkinkan melakukan transmisi atau infeksi virus dari aktivitas sosialnya. Dia juga menjelaskan hasil negatif tes PCR bukan berarti memperbolehkan kapasitas transportasi umum menjadi 100 persen.

Dia menilai hal itu melanggar protokol kesehatan, yakni menjaga jarak fisik. Masdalina mendukung harga tes PCR diturunkan hingga di bawah Rp100 ribu seperti yang diterapkan di India.
 
"Kalau ternyata dengan tes PCR bisa diturunkan jauh sekali dibandingkan dari harga awal, kita dukung juga, kalau bisa didorong lagi sama seperti India kurang dari Rp100 ribu," katanya.
 
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) sekaligus Koordinator PPKM untuk wilayah Jawa Bali, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kebijakan syarat tes RT-PCR untuk pelaku perjalanan domestik kembali dikaji. Kebijakan itu disebut untuk mengantisipasi pergerakan masyarakat pada libur Natal dan tahun baru (Nataru).



(RAI)

Berita Lainnya