Hari Kartini, Perempuan Masih Didiskriminasi

tokoh wanita indonesia RA Kartini. Antara Foto/Maulana Surya tokoh wanita indonesia RA Kartini. Antara Foto/Maulana Surya

Apakareba: Koordinator Sekretariat Nasional Forum Pengadaan Layanan (FPL), Veni Siregar mengatakan situasi perempuan dan anak perempuan Indonesia dirasa masih 'gelap' pada peringatan Hari Kartini, 21 April 2021. Menurutnya, perempuan masih mengalami banyak hambatan untuk mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum.

"Praktik budaya di beberapa wilayah masih mendiskriminasi perempuan, masyarakat masih mempersalahkan korban, sikap aparat penegak hukum yang belum sensitif," kata Veni dalam keterangan resmi, Rabu, 21 April 2021, seperti dilansir dari Media Indonesia.

Veni melanjutkan beberapa kebijakan daerah maupun nasional masih melanggengkan impunitas bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Perempuan Indonesia belum dapat terbebas dari diskriminasi berbasis gender.

Pemerintah juga belum mampu mendukung peran aktif masyarakat dalam penanganan perempuan korban kekerasan. Berdasarkan hasil penelitian Komnas Perempuan pada 2020, menunjukkan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan korban kekerasan seksual cenderung mencari pertolongan di pengada layanan masyarakat sipil. Sebab, jam layanan mereka lebih dari delapan jam kerja meski dalam situasi pandemi covid-19.

Baca juga: Peringati Hari Kartini, Ini 5 Rekomendasi Film Patut Ditonton

Komnas Perempuan mencatat dari 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan, terdapat 8.234 kasus dilaporkan dari lembaga layanan inisiatif masyarakat. Kondisi lembaga layanan di daerah semakin terjepit karena pemerintah tidak memiliki mekanisme yang mampu mendukung upaya dan peran aktif masyarakat sipil dalam memberikan penanganan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, khususnya pasal 15 ayat 2 dan 3 mengamatkan kepada Kementerian untuk membentuk forum koordinasi pusat. Forum terdiri dari instansi terkait dan masyarakat yang peduli terhadap masalah tersebut.

Pemerintah juga melahirkan Peraturan Menteri (Permen) sebagai landasan kebijakan. Namun, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) malah membentuk Permen yang menghambat kerjasama masyarakat dalam penanganan kasus.

"Peran pemerintah dalam mendorong peran serta masyarakat gagal. Tercermin dengan dikeluarkanya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun Anggaran 2021," ungkap Vani.

Baca juga: Perempuan Wajib Tahu! Ini Sifat-sifat RA Kartini yang Perlu Diteladani

Ia mengatakan, anggaran itu hanya pendukung Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA di daerah dalam memberikan penanganan. Kebijakan ini kembali tidak mendukung pelibatan dan peran serta masyarakat. Terutama lembaga layanan inisiatif masyarakat sipil yang sudah berkontribusi dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di tingkat pusat dan daerah.

"Akibatnya, upaya mendukung penyadaran masyarakat tentang dampak dan bentuk kekerasan terhadap perempuan terhambat," kata Veni. (Suryani Wandari Putri Pertiwi)



(CIA)

Berita Lainnya