Dampak Psikologis pada Korban Pemerkosaan Menurut Psikolog

Ilustrasi: Freepik Ilustrasi: Freepik

Jakarta: Pemerkosaan adalah tindak kejahatan yang bisa dialami oleh siapa saja. Bahkan, pelakunya bisa datang dari kerabat sendiri.

Pemerkosaan tidak bisa dianggap sepele. Sebab, tindak kejahatan ini tidak hanya meninggalkan luka fisik saja. Tetapi, juga memberikan luka batin yang tidak mudah untuk disembuhkan.

Menurut Psikolog anak, remaja, dan keluarga, Efnie Indrianie dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, memang ada sebagian orang yang mengalami peristiwa traumatis yang berhubungan dengan sexual abuse pelakunya justru memang orang-orang terdekat.

Baca: Jangan Asal Pilih, Ini 5 Tips Memilih Lantai Rumah yang Tepat

"Kedekatan dan 'trust' yang diberikan kerap dimanfaatkan. Orang-orang yang tega melakukan hal tersebut pada orang-orang terdekat justru karena mereka pada umumnya tidak mampu mengendalikan sexual drive mereka. Sexual drive yang berlebihan akan melemahkan fungsi prefrontal lobe otak dalam proses mengendalikan diri," kaya Efnie, dilansir dari Medcom.id, Kamis, 26 Mei 2022.

Lalu timbul pertanyaan, "Mengapa tak berani menolak?"

Psikolog Efnie mengatakan biasanya, mereka tidak sekedar menjadi korban dari sexual abused tersebut. Namun, pelaku biasanya diberikan intimidasi tertentu yang membuat secara psikologis mereka tidak berdaya.

"Hal ini yang membuat korban seolah kehabisan energi untuk melakukan perlawanan atau mencari pertolongan saat kejadian maupun sesudahnya," jelas dia.

Baca: 7 Cara Hilangkan Bau Apek pada Pakaian Tanpa Dicuci Ulang

Akankah korban 'healing' atau sembuh?

Psikolog Efnie mengatakan "luka batin" yang dapat muncul adalah dalam bentuk perasaan traumatis, merasa diri tidak berharga yang tentunya bisa merusak self concept dan self esteem. Hal ini bisa terjadi sepanjang hidup dan membuat kondisi psikis korban menjadi terganggu.

"Mereka dikatakan move on apabila saat mengingat hal tersebut perasaan mereka sudah tidak gelisah lagi. Memorinya akan tetap ada sepanjang hidup, namun perasaannya sudah tenang dan damai," ujar psikolog yang juga menulis buku "Survive Menghadapi Quarter Life Crisis" ini.

Kapan harus mendapatkan bantuan psikolog?

"Mereka harus segera mencari bantuan psikolog jika peristiwa tersebut sudah memunculkan trauma yang mendalam yang membuat orang yang bersangkutan menjadi tidak produktif dalam menjalani hidup sehari-hari karena kondisi psikis yang tidak tenang," beber Efnie.

Baca: 5 Cara Memasang Bulu Mata Palsu Agar Terlihat Natural

"Selain itu, jika merasa semakin tidak berdaya dan tidak mampu menanggulangi berbagai emosi negatif yang muncul seperti takut, cemas, marah, kecewa, dan lainnya. Hal terburuk adalah saat kita sudah masuk pada kondisi psychological disorder seperti gangguan kecemasan, trauma, depresi, dan lainnya," sambung dia.

Efnie berpesan, apabila ada kawan atau sahabat kita yang mengalaminya, tetap berikan social support. Artinya, luangkan waktu lebih mendengarkan untuk mendengarkan keluhan mereka, menguatkan perasaan mereka dengan menerima mereka apa adanya dan mengajak mereka untuk tetap mau terlibat aktif dan kehidupan sosial.

"Sampai pada tahap mendampingi mereka ke profesional saat mereka membutuhkan terapi pemulihan mental," pungkas Efnie.



(UWA)

Berita Lainnya