Dua Kali Mangkir, Kenapa Istri Nurdin Abdullah Tak Penuhi Panggilan KPK?

Plt juru bicara KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra Plt juru bicara KPK Ali Fikri. Foto: Medcom.id/Candra

Apakareba: Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Istri Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah, Lietiaty. Namun, panggilan tersebut tidak dipenuhi oleh Lietiaty. Ia sedianya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap perizinan yang dilakukan suaminya, Nurdin Abdullah. 

“Tidak hadir dan mengonfirmasi kepada tim penyidik dengan alasan menolak menjadi saksi untuk tersangka NA (Nurdin Abdullah),” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 25 Mei 2021, seperti dilansir dari Medcom.id.

Meski enggan memenuhi panggilan KPK, KPK tetap membutuhkan keterangan dari Lietiaty. Lembaga Antirasuah akan menjadwalkan panggilan ulang kepada Lietiaty.

Lietiaty sudah dua kali mangkir dengan alasan menolak menjadi saksi. Kendati demikian, Ali menegaskan bahwa KPK bisa memanggil paksa Lietiaty jika terus menolak menjadi saksi.

Baca juga: Kejati Sulsel Tangkap Buronan Tipikor Pengadaan Kapal Ikan Bulukumba 2012

“KPK meningatkan kewajiban sebagai saksi untuk kooperatif hadir di jadwal pemanggilan berikutnya,” ucapnya.

Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat serta Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto ditangkap KPK pada Jumat, 16 Februari 2021. KPK menyita Rp2 miliar yang diduga terkait suap itu.

KPK kemudian menetapkan ketiganya menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy sebagai penerima suap, sedangkan Agung selaku pemberi siap.

Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Candra Yuri Nuralam)
 



(SYI)

Berita Lainnya