Menyelisik Asal-Usul Tradisi Meniup Terompet pada Tahun Baru

Padagang terompet menjelang tahun baru 2016, di Alun-alun Kota Tegal. (Metrotvnews.com/Kuntoro) Padagang terompet menjelang tahun baru 2016, di Alun-alun Kota Tegal. (Metrotvnews.com/Kuntoro)

Apakareba: Selain identik dengan kembang api, perayaan malam tahun baru juga tidak bisa dipisahkan dari tradisi meniup terompet. Bisingnya suara terompet akan menggema hampir di semua wilayah saat pergantian tahun. 

Menjelang perayaan tahun baru, pasti kalian bisa melihat penjual terompet bertaburan di setiap sudut jalan. Sebab, terompter merupakan salah satu benda yang seakan wajib ada pada malam tahun baru. 

Bentuk dari terompet itu juga berbeda-beda. Ada yang model kerucut, kupu-kupu, hingga ular. Harganya pun bervariasi, yakni berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp25 ribu pada umumnya.
Namun, apakah kalian tahu makna di balik tradisi meniup terompet pada perayaan tahu baru? Dilansir dari berbagai sumber, berikut asal-usulnya.

Tradisi meniup terompet ini dipercayai berasal dari masyarakat Yahudi. Saat itu, mereka merayakan tahun baru bangsanya pada bulan Tisyri yang jatuh pada bulan ke-7 di kalender mereka dengan meniup alat musik sejenis terompet yang diberi nama shofar. 

Shofar memiliki bunyi yang nyaring seperti terompet yang biasa kita beli di pinggir jalan. Alat musik ini termasuk ke dalam golongan terompet yang usianya sudah sekitar 1500 sebelum Masehi.

Penggunaan shofar awalnya hanya digunakan saat ritual agama dan acara kenegaraan. Tetapi, dengan berkembangnya zaman, shofar semakin populer dan digunakan pada masa Renaissance hingga kini. Itulah yang melatarbelakangi mengapa kemudian terompet menjadi identik dengan tahun baru.

Wah, ternyata penggunaan terompet ini merupakan kebiasaan dari zaman dahulu ya teman-teman! Bagaimana menurut kalian?



(SYI)

Berita Lainnya