Pemerintah Diminta Mengubah Persepsi Soal Bahaya Varian Delta

Ilustrasi/Medcom.id Ilustrasi/Medcom.id

Apakareba:  Belakangan terjadi pergeseran risiko kematian akibat covid-19 dari populasi lanjut usia ke kelompok usia produktif. Menurut epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, hal tersebut dikarenakan persepsi pemerintah yang salah terhadap bahaya varian B.1.617.2 atau varian delta .
 
"Virus covid-19 sebelumnya memang menyebabkan kematian paling tinggi di usia 55 tahun ke atas. Tapi varian delta itu menyerang semua kelompok umur," kata Tri Yunis, dikutip dari Medcom.id, Kamis, 5 Agustus 2021.
 
Karena menyerang semua kelompok umur, lanjut dia, risiko kematian juga bisa menyasar siapa saja. Yunis sepakat jika usia produktif lebih tinggi mobilitasnya yang membuat mereka terpapar.

Namun, dia menilai pemerintah masih beranggapan varian delta sama dengan varian lainnya. Hal ini dilihat dari proteksi dan berbagai kebijakan yang dilakukan.

Baca juga:  Luhut Pandjaitan: Elite Politik Jangan Asal Komentar Perkara Covid-19!

"Selama ini pemerintah, satgas semua menyamakan. Padahal semua negara punya persepsi yang membahayakan, Singapura lockdown  karena varian delta. Persepsi ini yang harus diubah," kata dia.
 
Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan kecenderungan pergeseran risiko kematian akibat covid-19 dari lanjut usia ke kelompok masyarakat berusia produktif. Kematian pada kelompok produktif melonjak.
 
Hal itu berdasarkan laju kasus kematian akibat covid-19 dalam kurun Juni hingga Juli 2021. Rata-rata angka kematian mencapai 1.582 orang per hari.
 
Kasus kematian tidak didominasi kelompok lansia di atas 60 tahun. Namun, dialami kelompok usia 46-59 tahun. Angka kematian melonjak hampir lima kali lipat dari 2.500 menjadi 13.000.



(NAI)

Berita Lainnya