Revolusi Masker Medis Selama Berabad-abad, Ada yang Gunakan Kandung Kemih Hewan

Foto: Pexels.com Foto: Pexels.com

Apakareba: Masker medis digunakan sebagai alat pelindung yang dapat menutup rapat semua bagian samping dan bawah wajah. Dahulu, kita mengenal masker medis sebagai amunisi bagi para tenaga kesehatan yang berada di ruang steril, seperti ruang operasi.

Tak hanya itu, masker medis juga digunakan oleh sejumlah orang yang merasa tak enak badan. Bahkan, di Indonesia, kebanyakan orang juga menggunakan masker tersebut di kendaraan umum atau ketika berjalan kaki di wilayah kota akibat kualitas udara yang kurang baik.

Dengan hadirnya pandemi covid-19 di dunia, masker medis pun semakin dilirik berbagai khalayak. Tanpa masker, mungkin saat ini hampir seluruh orang di dunia bisa saja sudah tertular covid-19. 

Kini, masker sudah seperti ‘aksesoris’ wajib yang kita gunakan di mana pun. Tetapi, bagaimana sih sejarah dari masker itu sendiri? Dilansir dari Wellcome Collection, berikut perjalanan masker medis selama berabad-abad yang dirangkum oleh penulis sekaligus jurnalis Lizzie Enfield.

Sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu

Ternyata, masker yang digunakan untuk melindungi kesehatan pernafasan sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu lho. Filsuf Romawi Pliny the Elder (23-79 M) menggunakan kulit kandung kemih binatang sebagai bahan masker. Tujuannya, untuk menyaring debu sekaligus menghancurkan cinnabar atau merkuri sulfida, hingga mineral beracun yang digunakan untuk pigmentasi dalam dekorasi waktu itu.

Jejak masker di Tiongkok

Penutup wajah serupa juga terejam jejaknya di Tiongkok yang berasal dari Dinasti Yuan abad ke-13. Dalam bukunya, penjelajah Italia Marco Polo (1254-1324) menunjukkan para pelayan menggunakan syal sutra ketika melayani kaisar Tiongkok beserta jajarannya. Para pelayan tersebut menggunakan masker untuk menutupi mulut serta hidung mereka agar napasnya tidak mencemari makanan yang dihidangkan. 

Wabah hitam dorong penggunaan masker

Pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347-1351), Eropa dilanda oleh suatu pandemi hebat untuk pertama kalinya. Pandemi itu disebut sebagai wabah hitam atau black death karena telah menewaskan sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa atau sekitar 70 juta orang. Wabah tersebut telah mendorong penggunaan masker secara luas. 

Wabah lain pun melanda Eropa pada abad ke-17. Uniknya, wabah ini melahirkan penemuan topeng paruh atau penutup wajah dengan bentuk paruh burung. Perancang kostum burung untuk dokter itu bernama Charles de Lorme. Ia merupakan seorang dokter asal Prancis yang terkemuka. 

Tidak seperti masker sekarang yang hanya menutupi bagian samping dan bawah wajah, topeng paruh menutupi seluruh wajah. Penutup wajah itu memiliki portal kaca. Sehingga pemakainya dapat melihat dan paruhnya juga sering kali diisi dengan rempah-rempah, seperti mint dan kamper, untuk menyarik virus atau penyakit. 

Seniman Leonardo da Vinci juga memakai masker

Seniman terkenal asal Italia Leonardo da Vinci ternyata juga mengenakan penutup wajah untuk melindungi dirinya. Pelukis Mona Lisa itu merendam kain dalam air dan meletakkannya di wajahnya untuk mencegah bahan kimia beracun dari cat dan plester terhirup ke paru-parunya.
 
Metode ini juga digunakan bagi orang-orang yang mencoba untuk menyelamatkan diri dari gedung yang terbakar. Sebab, metode ini dinilai efektif dalam melindungi paru-paru mereka dari efek mengisap asap.

Penemuan bakteri di udara

Pada 1861, peneliti asal Prancis yang bernama Louis Pasteur, menemukan bakteri di udara. Penemuan ini membuat masyarakat sadar akan bahaya mengirup patogen berbahaya.

Akhirnya, para dokter pun meresepkan masker kapas untuk membatasi penularan selama epidemi. Tak hanya masker kapas, wanita modis ada yang mengenakan kerudung renda untuk melindungi paru-paru mereka dari partikel berbahaya di udara.

Rekomendasi masker untuk ahli bedah dan perawat

Dokter asal Chicago Alice Hamilton menerbitkan sebuah penelitian terkait jumlah bakteri streptokokus pada 1905. Bakteri tersebut dapat tersebar luas ketika pasien demam berdarah batuk atau menangis.

Tak hanya itu, Alice juga meneliti bakteri dari dokter dan perawat yang sehat ketika mereka berbicara atau batuk. Sejak saat itu, ia merekomendasikan masker digunakan selama operasi berlangsung. Rekomendasinya mendorong penggunaan masker medis untuk ahli bedah dan perawat.

Pandemi flu 1918

Pandemi influenza juga pernah terjadi pada 1918 yang lebih dikenal sebagai flu spanyol. Selama pandemi itu, baik tenaga kesehatan maupun masyarakat menggunakan masker sebagai pelindung diri.

Pemakaian masker secara masif ini dilakukan, terutama di Amerika. Bahkan, beberapa negara bagian di sana mewajibkan penggunaan masker di tempat kerja dan kendaraan umum. Diketahui, virus ini telah membunuh lebih banyak orang daripada Perang Dunia I.

Masker dari kain kasa

Pada awal abad ke-20, seorang spesialis kesehatan masyarakat dari Malaya meneliti wabah pneumonia yang menyebar di utara Tiongkok. Peneliti itu bersama Wu Lien-the.

Dia mengembangkan masker berbahan lapisan kain kasa yang dibungkus dengan kapas. Bentuk yang dibuatnya sama seperti masker sekarang ini, yakni terdapat ikatan di dua sisi agar bisa digantung di telinga. Masker inilah yang menjadi prototipe penutup wajah yang ada hingga saat ini.

Perkembangan industri mendorong penggunaan masker

Pada abad ke-20, peningkatan industrialisasi menjadi ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat akibat populasi udara yang dihasilkan. Hal ini mendorong orang-orang di beberapa kota yang terkena dampak terburuk industri mengadopsi ‘masker asap’ atau smog mask.

Masker dalam industri fesyen

Desainer asal Prancis Marine Serre menjadi yang terdepan dalam mengembangkan masker di industri fesyen. Pada Februari 2020, para modelnya mengenakan pakaian dengan masker wajah yang serasi di Paris Fashion Week. Uniknya, ternyata masker tersebut ia desain berbulan-bulan sebelum covid-19 melanda dunia. 


 



(SYI)

Berita Lainnya